METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kegiatan belajar mengajar yang berlangsung selama ini terus menjadi perbincangan.  Evaluasi di bidang pendidikan juga terus berlangsung. Problem-problem yang muncul seiring dengan perkembangan zaman. Dilema para guru muncul terkait metode yang cocok untuk diterapkan pada peserta didik saat ini. Oleh karena itu, makalah ini akan berusaha menguraikan tentang metode pembelajaran PAI.

B.     Rumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.      Apa saja prinsip-prinsip dasar metode pembelajaran PAI?
2.      Bagaimana cara memilih metode pembelajaran?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini ialah untuk membahas dan mengetahui tentang:
1.      Prinsip-prinsip dasar metode pembelajaran PAI
2.      Cara memilih metode pembelajaran





BAB II
PRINSIP DASAR METODE PEMBELAJARAN PAI

A.    Dasar Historis
Prinsip dasar historis perlu diperhatikan. Artinya, peristiwa yang terjadi di masa lalu banyak mengandung kejadian-kejadian, praktik-praktik, dan sebagainya. Peristiwa yang terjadi di masa lalu tersebut memuat nilai pendidikan yang dapat ditiru atau dicontoh oleh generasi saat ini bahkan masa depan.
Nilai historis atau sejarah memiliki sisi positif juga sisi negatif. Nilai positif ini dapat dijadikan dasar acuan dalam pelaksanaan pendidikan. Misalkan masih relevan dan dapat mengembangkan sesuai dengan kondisi saat berlangsung. Adapun nilai negatif jangan sampai itu dilakukan. Hal-hal negatif cukup dijadikan sebagi pelajaran agar pendidikan saat ini bisa lebih baik dan hal negatif tersebut jangan sampai ditiru sampai era sekarang juga masa depan.
Berbagai-pandangan dari ulama dan ilmuwan Islam tentang faktor historis untuk menganalisa pendidikan Islam menunjukkan bahwa pada prinsipnya pendidikan Islam berproses dalam 5 aspek:[1]
1.      Ideal: proses mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan cita-cita ajaran Islam dapat berlangsung dengan lancar bila beprinsip pada konsistensi dan kesinambungan dalam suatu sistem kemasyarakatan yang teratur rapi.
2.      Institusional: tujuan atau cita-cita   itu akan lebih mudah dicapai melalui proses kependidikan jika ditransformasikan melalui institusi (lembaga) kependidikan, karena institusi menjadi wadah pengor­ganisasian dan pelaksanaan program untuk mencapai tujuan pen­didikan.
3.      Struktur: dengan struktur (bentuk) kelembagaan, kependidikan yang berjenjang (bertingkat), tujuan pendidikan Islam dicapai secara ber­tahap sesuai tingkat-tingkat perkembangan manusia-didik.
4.      Materiil: Tujuan akhir dan sementara pendidikan Islam menentukan corak materi pelajaran, yang baru dapat efektif dan efisien, jika diajarkan dengan sistem dan metode yang tepat guna sesuai dengan kerakteristik dari idealitas nilai-nilai yang terkandung dalam tujuan.

B.     Dasar Filosofis
Beberapa prinsip yang menjadi dasar dalam pendidikan yang dikembangkan secara filosofis, yaitu: pertama, prinsip filsafat yang berhubungan dengan watak manusia, watak masyarakat, watak pengetahuan manusia, dan sebagainya. Kedua, prinsip-prinsip pendidikan berhubungan dengan konsep pendidikan dan fungsinya dalam masyarakat, tujuan-tujuan, kurikulum, program, metode-metode, pelayanan, administrasi dan penyiapan guru-gurunya.
Pendidikan berusaha mengadakan pengembangan dan penumbuhan seluruh aspek pribadi individu dan mempersiapkannya untuk kehidupan yang mulia juga berhasil dalam suatu masyarakat. Pendidikan juga berusaha memajukan, mengembangkan, dan merubah masyarakat ke arah yang lebih baik dalam segala bidang kehidupan, baik itu budaya, sosial, ekonomi dan politik.
Pendidikan dalam pengertian yang luas dan menyeluruh, yang meliputi pendidikan yang disengaja yang berlaku di bawah pengawasan serta bimbingan lembaga pendidikan yang diciptakan. Juga meliputi pendidikan yang tidak disengaja yang berlaku melalui lembaga yang tidak didirikan secara sengaja untuk pendidikan, seperti lembaga penerangan. Karena itu pendidikan adalah salah satu proses tingkah laku maka ia memerlukan dinamika dan kesinambungan dari buaian hingga keliang lahat. Konsep ini tidak akan terlaksana sepenuhya kecuali timbul dari perubahan tingkah laku individu atau pada kehidupan masyarakat. Perubahan ini meliputi semua aspek perilaku individu dan aspek kehidupan masyarakat.
Pendidikan dalam pengertiannya yang luas dan menyeluruh bertemu, berjalin dengan konsep-konsep serta pengertian-pengertian banyak proses-proses lain yang bertujuan merubah tingkah laku individu dan kehidupan masyarakat. Seperti proses belajar, proses pertumbuhan, proses interaksi dan perolehan pengalaman, proses penyesuaian psikologis, sosial, dan jasmani. Proses sosialisasi, proses perbaikan sosial, perubahan sosial, pengembangan ekonomi dan sosial. Pendidikan tidak dianggap berhasil kecuali jika ia memberi sumbangan pada proses tersebut.
Dalam pendidikan konsep tentang manusia (hakikat dan tujuan hidup) dan alam yang kemudian lahir daripadanya konsep dasar tentang kurikulum, proses belajar mengajar dan evaluasi. Dalam kaitan dengan hakikat dan tujuan hidup manusia, doktrin Islam menyatakan bahwa kehidupan manusia tidak hanya di dunia ini saja tetapi juga di alam lain sebelum dan sesudah alam dunia.[2]

C.    Dasar Teoritis
Teori Pendidikan Islam utamanya hendaknya berasal dari al-Quran, sehingga teorinya mempunyai ketepatan. Karena ayat al-Qur’an bukanlah untuk waktu yang terbatas melainkan untuk jangka waktu yang panjang dan tanpa batas. Selain itu, Hadis atau as-Sunnah berperan sebagai pendamping al-Qur’an. Keduanya tidak bisa dipisahkan, sebab jika dipisahkan akan mengalami kesalahan dalam pemahaman.
Secara fundamental teori Pendidikan Islam berdasarkan konsep-konsep Al-Qur’an dan Hadis. Oleh karenanya teori ini terbuka bagi konsep-konsep lain yang berbeda yang memberi dukungan perspektif al-Qur’an dan Hadis secara tepat. Semua asas-asas yang tidak sesuai dengan asas-asas dasar Islam harus ditinggalkan.
Pada teori pendidikan Islam dibicarakan pula tentang hal-hal yang berkaitan dengan substansi pendidikan lainnya, seperti sosok guru yang Islami, proses pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya. Prinsip-prinsip teori Pendidikan Islam merupakan teori yang terintegratif yang berdasarkan pada prinsip-prinsip Qur’ani dan Hadis. Jadi teori pendidikan Islam tidak akan mungkin bertentangan dengan hasil-hasil sains, tetapi bisa menerima dan memanfaatkan bagian-bagian dari sains sebagai pelaksanaan operasioanal pendidikan.

D.    Pemilihan dan Penggunaan Metode Pembelajaran
Aktivitas belajar mengajar sering kali terjadi sia-sia. Hal ini disebabkan di antaranya karena kurang tepatya suatu metode yang digunakan. Oleh karena itu harus tepat dalam pemilihan metode yang akan digunakan dalam pembelajaran. Beberapa faktor-faktor yang diperhatikan dalam memilih berbagai metode yang ada di antaranya:

1.      Tujuan yang Hendak Dicapai
Tujuan pendidikan mutlak perlu karena tujuan merupakan sasaran dan menjadi pengarah dari tindakan-tindakannya dalam menjalankan tugasnya sebagai guru. Apabila sudah mengetahui apa yang akan dicapainya, maka guru akan dapat mempersiapkan alat-alat yang akan dipakainya serta metode yang tepat. 

2.      Keadaan Siswa
Ketika di dalam kelas, guru akan menjumpai sejumlah peserta didik dengan latar belakang yang berbeda-beda. Baik berupa status sosial, ekononi, pola pikir, dan sebagainya. Penggunaan metode haruslah menyesuaikan dengan kemampuan perkembangan dan kepribadian pada peserta didik. Misalkan berhadapan dengan peserta didik campuran (ada yang tipe motoris dan visual), maka metode yang dipakai juga harus campuran dari berbagai metode. [3]
Guru harus memahami keinginan peserta didik dan mampu membangkitkan motivasi peserta didik. Apabila motivasi tumbuh dengan tinggi, maka peserta didik akan merasa senang dalam proses belajar. Hal ini akan menghasilkan pembelajaran yang optimal dan memuaskan. Juga dapat tercapainya sejumlah kompetensi yang ada di dalam kurikulum.

3.      Bahan Pengajaran
Guru harus melakukan inventarisasi sifat dan unsur bahan pengajaran. Dengan begitu, guru dapat memperhatikan metode yang akan dipakainya. Setelah menginventarisasi akan tampak metode yang sesuai dengan cirri-ciri dalam bahan pengajaran tersebut. Jadi guru dapat menetapkan akan menggunakan satu atau beberapa metode dalam pengajaran.

4.      Situasi Belajar Mengajar
Situasi yang dimaksud ialah mencakup suasana dan keadaan kelas yang berdekatan. Hal ini mungkin ada yang mengganggu jalannya proses pembelajaran. Misalkan turunnya hujan, peserta didik yang sudah lelah, guru yang sedang menghadapi berbagai masalah, atau guru yang sudah lelah.

5.      Fasilitas yang Tersedia
Sekolah tentunya memilki fasilitas. Namun kenyataannya, ada sekolah yang lengkap fasilitasnya, ada pula yang hanya memiliki sedikit fasilitas. Secara garis besar, fasilitas dapat dibagi menjadi dua bagian;[4]
1.      Fasilitas fisik, seperti ruang dan perlengkapan belajar di kelas, alat-alat peraga pengajaran, buku teks pelajaran dan perpustakaan, tempat dan perlengkapan berbagai praktikum, laboratorium, serta pusat-pusat keterampilan, kesenian, keagamaan, dan olahraga dengan segala perlengkapannya.
2.      Fasilitas non fisik, seperti kesempatan, biaya, berbagai aturan, serta kebijaksanaan pimpinan sekolah.  

6.      Guru
Guru saat ini harus terus belajar, mengenali dan menguasai sejumlah metode mengajar. Seorang guru memiliki kemampuan menerjemahkan kurikulum dan sejumlah kemampuan yang berbeda-beda. Seorang guru harus membaca kurikulum dengan cermat, memilih metode yang sesuai, mampu memahami keinginan peserta didik, serta mempertimbangkan sejumlah fasilitas yang ada di sekolah.

7.      Kelebihan dan Kekurangan dari Metode
Setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Guru harus mampu mengetahui dan mempertimbangkan batas-batas kelebihan maupun kelemahan dari metode yang akan dipakai. Apalagi jika guru menggunakan berbagai metode dalam mengajar. Kolaborasi antara metode harus dilakukan dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari metode-metode yang akan dipakai.

8.      Partisipasi
Partisipas artinya turut aktif dalam suatu kegiatan. Guru dapat menggunakan metode kelompok. Sebab, saat ini satu orang guru berhadapan dengan puluhan peserta didik. Jika hanya mengandalkan metode ceramah, peserta didik hanya akan seperti menonton bioskop. Datang lihat dan dengarkan lalu pulang lupakan. Guru juga akan kesulitan menangani peserta didik yang pasif.[5]




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Prinsip dasar metode pembelajaran di antaranya adalah dasar historis, dasar filosofis, dan dasar teoritis. Dasar historis ialah peristiwa yang terjadi dalam proses pembelajaran. Kemudian dasar filosofis adalah konsep tentang manusia yang meliputi hakikat dan tujuan hidup manusia. Sedangkan dasar teoritis yakni bahwa teori Pendidikan Islam utamanya hendaknya berasal dari al-Quran dan Hadis.
Adapun dalam pemilihan dan pengunaan metode pembelajaran, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Di antaranya: tujuan yang hendak dicapai, keadaan siswa, bahan pengajaran, situasi belajar mengajar, fasilitas yang tersedia, guru, kelebihan dan kekurangan dari metode, dan partisipasi.

B.     Saran
Agar pembaca dapat mengetahui lebih jelas dan lebih luas tentang pembahasan makalah kami, alangkah baiknya jika pembaca mencoba membaca buku-buku yang selain dari referensi kami.  Misalkan buku “Azaz-azas Pendidikan Islam,” karya Abdul Fatah Jalal, “Menjadi Guru Profesional” karya Usman Uzer dan lain sebagainya.

C.    Penutup
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan mengenai materi dalam makalah ini. Tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna, karena terbatasnya pengetahuan, dan kurangnya referensi atau rujukan yang kami peoleh. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami juga banyak berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima dan kami mengucapkan terimakasih.


Posting Komentar

0 Komentar