RESISTANSI BHINNEKA TUNGGAL IKA





Penulis: Ahmad Sangidu
(Repost from Majalah Harokati)

Tragedi 212 yang sempat menjadi trending topic kini menimbulkan efek samping yang luar biasa. Tentu saja, karena inilah karakteristik orang-orang saat ini. Menekan share lebih cepat dari pada mengolah data yang didapat. Tidaklah penting itu benar ataupun salah, yang penting hanyalah andil dalam event tersebut. Sehingga sering kita jumpai di sekitar berupa orang-orang yang terlalu fanatik. Misal, sari roti yang diharamkan dan gerak gerik dianggap penistaan terhadap agama. Media masa atau yang sering disebut medsos, memang memiliki kekuatan yang sulit kita bendung.
Namun ada hal yang harus kita ingat kembali. Perjuangan pahlawan yang namanya tidak bisa kita sebutkan satu per satu. Mereka telah mempersatukan kita dalam satu kalimat. Entah kalimat itu adalah pesan dari mereka atau ideologi untuk negara Indonesia ini. Akan tetapi mayoritas dari kita yakin bahwa itu adalah sebuah semboyan dalam menjalani kehidupan. Kalimat itu sangat singkat, hanya berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika”.
Sadar atau tidak, kalimat itu mempunyai daya, kekuatan yang sangat besar bagi kehidupan kita khususnya Sang Garuda. Kita mengenal dari Sabang sampai Merauke yang tidak cukup dihitung dengan jari perbedaannya. Mulai dari perbedaan bahasa, suku, adat, budaya, dan masih banyak lagi. Kalimat itu pula yang telah mempersatukan kita, dari Sabang sampai Merauke menjadi Indonesia.
Berbeda-beda namun tetap satu juga. Itulah maksud dari kalimat singkat yang menjadi semboyan dalam kehidupan. Ragam budaya, adat, aneka bahasa dan lain sebagainya tentu tidaklah mudah mengatasinya. Namun kita sangat beruntung, para pahlawan kala itu telah mencetuskan seuntai kalimat. Luar biasanya, efek samping dari kalimat itu bisa kita rasakan sampai saat ini. Karena itulah kita masih bisa bertahan hidup pada arus globalisasi ini. Kemajuan zaman ini memang sudah tidak bisa dipungkiri. Setiap orang mungkin juga ingin untuk mengikuti arus kemajuan ini.
Mimpi buruknya, saat ini dengan kemampuan teknologi yang tidak bisa kita bendung kini mencoba memudarkan arti kalimat itu. Sekarang, seorang bisa menjadi jurnalis dan juga sebagai pemilik akun berita hanya dengan memegang HP. Seseorang hanya bermodal laptop bisa membuat video atau gambar yang melesat jauh dari fakta yang ada. Seseorang hanya dengan berkunjung ke warnet untuk bisa memposting tulisan anarkis. Ini baru dalam satu arah, teknologi saja. Patut kita bayangkan, jika semua sudah lupa akan semboyan awal itu. Mungkinkah Indonesia masih mempunyai Pulau Sumatra, atau mungkinkah Jawa masih mempunyai Jogja sebagi daerah istimewa?
Arus globalisasi memang sangat deras. Semua orang berkeinginan untuk menggapai cita-citanya. Kebahagiaan ialah tujuan akhirnya. Akan tetapi harus sadar pentingnya semboyan bangsa kita. Orang kaya mempermiskin orang miskin, orang pintar membodohi orang bodoh, dan lain sebagainya. Ini sama sekali bukanlah ajaran dari semboyan itu. Justru terlempar jauh dari maksud semboyan tersebut. Namun ini hanyalah sikap egois, ingin menng sendiri. Orang yang sukses itu selalu bersama-sama dalam meraih kemenangan, saling membantu dengan orang lain. Orang gagal meraih kemenganannya dengan menjatuhkan orang lain.
Sekarang mari kita check and recheck  fakta yang ada. Kemengan Timnas Indonesia atas Vietnam. Beberapa pemain dan juga pelatihnya bukan dari Islam. Mereka telah mengingatkan kembali pada kita akan semangat bhinneka tunggal ika. Indonesia juga telah mengakui adanya enam agama yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Seseorang boleh-boleh saja menganut salah satu dari enam agama. Bisa Islam, Kristen, ataupun yang lainnya. Bahkan sekarang ada yang tidak menganut salah satu dari enam agama tersebut dan itu juga diperbolehkan oleh pemerintah.
Tentu tidaklah cukup jika semua perbedaan yang ada di Indonesia ini kita goreskan dalam tulisan. Bahkan dalam lingkup yang lebih kecil saja, tubuh kita. Ada yang namanya kaki dan ada pula tangan. Hal ini memang tidak bisa kita hindari dan coba hal tadi diingat kembali. Betapa hebatnya saat perbedaan-perbedaan tersebut menjadi satu. Timnas bisa menang melawan Vietnam, seseorang bisa memilih agama yang bisa ia jalankan dan tidak merepotkan baginya, serta kita dapat malakukan aktivitas setiap hari itu karena adanya perbedaan.
Semua orang memiliki kekuatan dari semboyan itu dalam dirinya. Apalagi warga Indonesia, yang semboyan itu diabadikan dalam lambang negara. Hanya saja kekuatan tersebut sedang tertidur pulas. Kekuatan itu juga terkadang bangun, namun akan lebih lama untuk tertidurnya. Jika diri seseorang telah sadar akan bhinneka tunggal ika, maka keharmonisan dan segala bentuk perbedaan akan menjadi kekuatan yang luar biasa. Hal inilah yang harus kita tunjukkan pada dunia, agar mereka cemburu pada kita, bangsa Indonesia.*


Posting Komentar

0 Komentar