(Repost from Majalah Harokati)
Tragedi 212 yang sempat menjadi trending topic kini menimbulkan efek samping yang luar biasa. Tentu
saja, karena inilah karakteristik orang-orang saat ini. Menekan share lebih cepat dari pada mengolah
data yang didapat. Tidaklah penting itu benar ataupun salah, yang penting
hanyalah andil dalam event tersebut.
Sehingga sering kita jumpai di sekitar berupa orang-orang yang terlalu fanatik.
Misal, sari roti yang diharamkan dan gerak gerik dianggap penistaan terhadap
agama. Media masa atau yang sering disebut medsos, memang memiliki kekuatan
yang sulit kita bendung.
Namun ada hal yang harus kita ingat kembali.
Perjuangan pahlawan yang namanya tidak bisa kita sebutkan satu per satu. Mereka
telah mempersatukan kita dalam satu kalimat. Entah kalimat itu adalah pesan
dari mereka atau ideologi untuk negara Indonesia ini. Akan tetapi mayoritas
dari kita yakin bahwa itu adalah sebuah semboyan dalam menjalani kehidupan.
Kalimat itu sangat singkat, hanya berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika”.
Sadar atau tidak, kalimat itu mempunyai daya,
kekuatan yang sangat besar bagi kehidupan kita khususnya Sang Garuda. Kita
mengenal dari Sabang sampai Merauke yang tidak cukup dihitung dengan jari
perbedaannya. Mulai dari perbedaan bahasa, suku, adat, budaya, dan masih banyak
lagi. Kalimat itu pula yang telah mempersatukan kita, dari Sabang sampai
Merauke menjadi Indonesia.
Berbeda-beda namun tetap satu juga. Itulah maksud
dari kalimat singkat yang menjadi semboyan dalam kehidupan. Ragam budaya, adat,
aneka bahasa dan lain sebagainya tentu tidaklah mudah mengatasinya. Namun kita
sangat beruntung, para pahlawan kala itu telah mencetuskan seuntai kalimat.
Luar biasanya, efek samping dari kalimat itu bisa kita rasakan sampai saat ini.
Karena itulah kita masih bisa bertahan hidup pada arus globalisasi ini.
Kemajuan zaman ini memang sudah tidak bisa dipungkiri. Setiap orang mungkin
juga ingin untuk mengikuti arus kemajuan ini.
Mimpi buruknya, saat ini dengan kemampuan teknologi
yang tidak bisa kita bendung kini mencoba memudarkan arti kalimat itu.
Sekarang, seorang bisa menjadi jurnalis dan juga sebagai pemilik akun berita
hanya dengan memegang HP. Seseorang hanya bermodal laptop bisa membuat video
atau gambar yang melesat jauh dari fakta yang ada. Seseorang hanya dengan
berkunjung ke warnet untuk bisa memposting tulisan anarkis. Ini baru dalam satu
arah, teknologi saja. Patut kita bayangkan, jika semua sudah lupa akan semboyan
awal itu. Mungkinkah Indonesia masih mempunyai Pulau Sumatra, atau mungkinkah
Jawa masih mempunyai Jogja sebagi daerah istimewa?
Arus globalisasi memang sangat deras. Semua orang
berkeinginan untuk menggapai cita-citanya. Kebahagiaan ialah tujuan akhirnya.
Akan tetapi harus sadar pentingnya semboyan bangsa kita. Orang kaya
mempermiskin orang miskin, orang pintar membodohi orang bodoh, dan lain
sebagainya. Ini sama sekali bukanlah ajaran dari semboyan itu. Justru terlempar
jauh dari maksud semboyan tersebut. Namun ini hanyalah sikap egois, ingin menng
sendiri. Orang yang sukses itu selalu bersama-sama dalam meraih kemenangan, saling
membantu dengan orang lain. Orang gagal meraih kemenganannya dengan menjatuhkan
orang lain.
Sekarang mari kita check and recheck fakta yang
ada. Kemengan Timnas Indonesia atas Vietnam. Beberapa pemain dan juga
pelatihnya bukan dari Islam. Mereka telah mengingatkan kembali pada kita akan
semangat bhinneka tunggal ika. Indonesia
juga telah mengakui adanya enam agama yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Budha, dan Kong Hu Cu. Seseorang boleh-boleh saja menganut salah satu dari enam
agama. Bisa Islam, Kristen, ataupun yang lainnya. Bahkan sekarang ada yang
tidak menganut salah satu dari enam agama tersebut dan itu juga diperbolehkan
oleh pemerintah.
Tentu tidaklah cukup jika semua perbedaan yang ada
di Indonesia ini kita goreskan dalam tulisan. Bahkan dalam lingkup yang lebih
kecil saja, tubuh kita. Ada yang namanya kaki dan ada pula tangan. Hal ini
memang tidak bisa kita hindari dan coba hal tadi diingat kembali. Betapa
hebatnya saat perbedaan-perbedaan tersebut menjadi satu. Timnas bisa menang
melawan Vietnam, seseorang bisa memilih agama yang bisa ia jalankan dan tidak
merepotkan baginya, serta kita dapat malakukan aktivitas setiap hari itu karena
adanya perbedaan.
Semua orang memiliki kekuatan dari semboyan itu dalam dirinya. Apalagi warga Indonesia, yang semboyan itu diabadikan dalam lambang negara. Hanya saja kekuatan tersebut sedang tertidur pulas. Kekuatan itu juga terkadang bangun, namun akan lebih lama untuk tertidurnya. Jika diri seseorang telah sadar akan bhinneka tunggal ika, maka keharmonisan dan segala bentuk perbedaan akan menjadi kekuatan yang luar biasa. Hal inilah yang harus kita tunjukkan pada dunia, agar mereka cemburu pada kita, bangsa Indonesia.*
Semua orang memiliki kekuatan dari semboyan itu dalam dirinya. Apalagi warga Indonesia, yang semboyan itu diabadikan dalam lambang negara. Hanya saja kekuatan tersebut sedang tertidur pulas. Kekuatan itu juga terkadang bangun, namun akan lebih lama untuk tertidurnya. Jika diri seseorang telah sadar akan bhinneka tunggal ika, maka keharmonisan dan segala bentuk perbedaan akan menjadi kekuatan yang luar biasa. Hal inilah yang harus kita tunjukkan pada dunia, agar mereka cemburu pada kita, bangsa Indonesia.*
0 Komentar