QIRA'AH DALAM AL QUR'AN




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perbedaan lahjah atau dialek baik masa itu maupun saat ini membawa konsekuensi terhadap ragam bacaan (qira’ah) dalam melafadzkan Al Qur’an. Memang kendati lahirnya macam-macam bacaan dalam Al Qur’an tidak bisa dihindari. Rasulullah SAW. sendiri membenarkan membaca Al Qur’an dengan berbagai qira’ah. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan kami coba mengupas materi terkait Qira’atul Qur’an. 

B.     Rumusan Masalah
Melihat dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan qira’ah?
2.      Berapa ragam qira’ah yang populer?
3.      Bagaimana sejarah qira’ah itu?
4.      Apa saja qira’ah yang diterima dan ditolak?
5.      Apa manfaat kita mempelajari qira’ah ?

C.    Tujuan Punulisan
Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini yakni membahas dan mengetahui tentang:
1.      Pengertian qira’ah
2.      Ragam qira’ah yang populer
3.      Sejarah qira’ah
4.      Qira’ah yang diterima dan ditolak
5.      Manfaat kita mempelajari qira’ah


BAB II
QIRA’ATUL QUR’AN
A.    Definisi Qira’ah
Kata qira’ah secara bahasa memiliki arti bacaan. Kata tersebut merupakan bentuk dari masdar qara’a. dapat pula diartikan dengan menghimpun atau mengumpulkan. Sedangkan pengertian secara terminology terjadi beberapa pendapat.
Menurut Abdul Fatah al Qadhi, qira’at yaitu ilmu yang membahas tentang tatacara pengucapan kalimat-kalimat Al Qur’an berikut cara pelaksanaannya baik yang disepakati maupun yang terjadi perbedaan dengan menisbatkan setiap wajahnya pada seorang imam qira’at. Sedagkan menurut Muhammad Abdul Azhim al Zarqani, qira’at ialah salah satu sistem (aturan) yang disepakati oleh salah seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainnya dalam hal membaca Al Qur’an.[1]
Manna’ al Qaththan menyatakan bahwa qira’ah merupakan mazhab dalam pengucapan Al Qur’an yang dipilih oleh salah seorang imam Qurra’ sebagai mazhab yang berbeda dank has dengan mazhab lainnya. Ibnu al Jarri berpendapat, qira’ah merupakan pengetahuan tentang cara-cara melafalkan kalimah Alqur’an dengan menyandarkan pada penukilnya.[2] 
Muhammad Ali ash Shabuni, seperti yang dikutip M. Natsir Arsyad, menyatakan bahwa qira’ah merupakan adalah salah satu aliran dalam pengucapan Alquran yang dipakai oleh salah seorang imam Qurra’ yang berbeda satu dengan lainnyadengan mendasarkan diri pada sanad-sanad yang sampai kepada Rasulullah Saw.[3]

B.     Ragam Qira’ah
Adapun ragam aliran dalam qira’at yang masyhur ialah qira’ah sab’ah, qira’ah ‘asyrah, dan qira’ah arba’a ‘asyrah. Penjelasan lebih lanjut silahkan cermati keterangan berikut:
1.      Qira’ah Sab’ah, yakni qira’ah yang merujuk pada tujuh imam termasyhur. Mereka itu ialah:[4]
a.       Imam Ibnu Katsir dari Makkah. Nama lengkap beliau ialah Abu Ma’bad Muhammad Abdullah bin Katsir bin Umar bin Zadin ad Dari al Makki (45-120 H). Ia belajar qira’ah kepada sahabat Nabi Saw., Abu Said bin Abdullah bin Shaib al-Makhzumi. Rawinya adalah Abu Bakar Syu’bah bin Ilyas dan Abu Amr Hafs bin Sulaiman. Versi lain menyebutkan bahwa rawinya adalah Qunbul Abu Amr Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad al-Makhzumi al-Makki (195-291 H) dan al-Bazzi Abu Hasan Ahmad bin Abdullah bin al Qasim (170-250 H).
b.      Imam Nafi’ dari Isfahan (Madinah). Nama lengkapnya adalah Abi Nu’aim Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim al Laitsi al Isfahani al Madani (70-169 H). ia belajar qira’ah kepada Zaid bin Qa’qa al-Qurri Abu Ja’far dan Abu Maimunah. Semula ia adalah seorang budak yang kemudian dimerdekakan oleh Abu Sulamah. Perawinya adalah Qalum Abu Musa Isa bin Mina (120-220 H) dan Warasy Abu Said (Abu Umar atau Abu Qasim) Utsman bin Said (110-1997 H) 
c.       Imam ‘Asyim bin Abi Nujuh bin Bahdalah al Asadi al Kufi (w. 127 H). Ia belajar qira’ah kepada Sa’ad bin Iyasi asy-Syaibani, Abu Abdurrahman Abdullah bin Habib as-Salami, dan Zir bin Hubaisy. Rawinya adalah Abu Bakar Syu’bah bin Iyasi bin Salim al-Asadi (95-193 H) dan Abu Amr Hafs bin Sulaiman bin al-Mughirah al-Bazzaz al-Kufi. Versi lain menyebutkan nam Ibnu Khalaf dan Ibnu Khallad.
d.      Imam Hamzah dari Kufah. Nama lengkapnya ialah Abu Imarah Hamzah bin Habib az Zayyat al Fardhi  Attaini (156-216 H). ia belajar qira’ah kepada Imam ‘Ashim Imam as-Sabi’i Abu Muhammad Sulaiman bin Mahram al A’mari (80-220 H), Mansyur bin Mu’tamir, dan Ja’far as-Shaddiq. Rawinya adalah Abu Muhammad bin Khallaf bin Hisyam bin Thalib al-Bazzaz (150-229 H) dan Abu Isa bin Khallad bin Khalid asy-Syairafi (w. 220 H).
e.       Imam al Kuzai dari Kufah, Baghdad. Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Fairuz al Farizi al Kuzai Annahwi (119-189 H). ia belajar qira’ah kepada Imam Hamzah dan Imam Su’bah bin Iyasy. Rawinya adalah Abu Harits al-Laitsi bin Khalid al-Mawarzi al-Muqri dan Imam Hafzh ad-Dauri.  
f.       Imam Abu Amr dari Basrah. Lengkapnya adalah Abu Amr Zabban bin al A’la bin Ammar al Basri (70-154 H). ia belajar qira’ah kepada al-Baghdadi dan Hasan al-Basri. Rawinya adalah ad-Dauri Abu Amr Hafzh bin Umar al-Muqri (w. 246 H) dan as-Susi Abu Syu’aib Shalil bin Ziyad (w. 261 H).
g.      Imam Abu Amir dari Damaskus. Nama lengkapnya adalah Abu Nu’aim Abu Imran Abdullah bin Amir asy Syafi’i Alyas Hubi (21-118 H). ia belajar qira’ah kepada Abu Darda’ dan Mughirah bin Syu’bah. Rawinya adalah al-Bazzi Abu Hasan Hamid bin Muhammad bin Qunbul Abu Umar Muhammad. Versi lain menyebutkan nama Hisyam Abu Walid Abu Ammar bin Nashir as-Sulami al-Qadhi al-Dimasyqi (154-245 H) dan Ibnu Zaqwan Abu Umar Abdullah Ahmad bin Basyir bin Zakwan al-Quraisyi ad-Dimasyqi (202-273 H). 
2.      Qira’ah ‘Asyrah, ialah qira’ah sab’ah ditambah dengan tiga imam qira’ah lainnya. Tiga tersebut yakni:
a.       Imam Ya’kub dari Basrah. Nama lengkap beliau ialah Abu Muhammad Ya’kub bin Ishaq al Basri al Madhrami.
b.      Imam Khallaf dari Kufah. Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Thalib al Makki al Bazzaz
c.       Imam Abu Ja’far dari Madinah. Nama lengkapnya ialah Abu Ja’far Yazid bin al Qa’qa al Makhzumi al Madani
3.      Qira’ah Arba’a ‘Asyrah, yakni sama dengan qira’ah ‘asyrah hanya dengan menambahi empat imam lagi. Mereka adalah Imam Hasan al Basri, Imam Ibnu Mahisy, Imam Yahya al Yazidi, dan Imam asy Syambudzi.

C.    Historitas Qira’ah
1.      Qira’at di Zaman Rasulullah dan Sahabat
Pada maa Rasulullah SAW qira’at ini memang sudah ada. bahkan beliau juga mengajarkan kepada para sahabat. Salah satu hadis popular yang menjelaskan hal demikian ialah hadis riwayat Umar bin Khattab. Ia berkata, “aku mendengar Hisyam Ibn Hakim membaca surah al Furqan di masa hidup Rasulullah lalu aku sengaja mendengarkan bacaanya. Tiba-tiba dia membacanya dengan logat yang berbeda yang belum pernah dibacakan Nabi kepadaku. Hampir saja ketegur dia dalam shalat, namun aku berusaha menunggu dengan sabar sampai dia salam. Begitu dia salam aku tarik leher bajunya seraya bertanya, “siapa yang mengajari bacaan surah ini?” Hisyam menjawab “Yang mengajarkan bacaan tadi adalah Rasulullah sendiri”. Aku gertak dia, “Kau bohong, Rasulullah telah membacakan surah ini kepadaku surah yang kubaca tadi (tetapi tidak seperti bacaanmu). Maka aku ajak dia menghadap Rasulullah dank u ceritakan peristiwanya. Lalu Rasulullah menyuruh Hisyam membaca surah al Furqan sebagaimana yang dia baca tadi. Kemudian Rasulullah bersabda, “Demikianlah surah itu diturunkan” lalu Rasulullah bersabda kepada lagi, “sesungguhnya al-Qur’an itu diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah mana yang kalian anggap mudah.”
2.      Qira’at di Zaman Tabi’in dan Munculnya Ulama-Ulama Termasyhur
Beberapa nama yang tercatat bangkit menggantikan para sahabat dan membentuk kelompok di masing-masing negaranya, antra lain:
a.       Dari Madinah: Muadz Ibn al Harits, Said Ibn al-Musayyib, ‘Urwah Ibn Zubair, Atha’ Ibn Yasar, dan lain-lainnya.
b.      Dari Makkah: Ubaid ibn Umar, Mujahid, Thawus, Ikrimah, dan lain-lain.
c.       Dari Kufah: Ilqimah, Masruq, Abu Abdurrahmanal al Sulami, al-Aswad, Said Ibn Jubair, al-Sya’bi, dan lain-lainnya.
d.      Dari Basrah: Abu al-‘Aliyah, Yahya Ibn Ya’mar, Nasr Ibn Ashim al Hasan al Basyri, Ibn Sirin, Qatadah, dan lain sebagainya.
e.       Dari Syam: al-Mughirah Ibn Ali Syihab al Mahzumi dan Khulaid Ibn Sa’ad
Perkembangan qira’at masalah yang perlu ditangani secara serius. Sebab hadis Nabi tadi menerangkan tentang ragam bacaan dalam Al Qur’an. Akhirnya banyak bermunculan versi-versi yang mengaku bersumber dari Nabi SAW. 
Para ulama dan ahli al-Qur’an cepat tanggap untuk menjaga kemurnian al-Qur’an, jangan sampai rusak karena bacaan yang sanad dan silsilahnyatidak sampai kepada Rasulullah. Para ulama terutama ahlli al-Qur’an melakukan kegiatan meneliti, menyeleksi dan mengujikebenaran qira’at yang dikatakan sebagai bacaan al-Qur’an pada akhir abad kedua Hijriyah. Penelitian dan pengujian tersebut dilakukan dengan memakai kaidah dan kriteria yang telah disepakati oleh para ahli qira’at.[5]
Setalah itu, macam-macam bacaan dalam Al Qur’an yang beredar. Dengan penelitian itu dapat dibedakan antara qira’at yang memenuhi syarat dan tidak. Beberapa diantaranya yang terkenal dalam karyanya, Ahmad Ibn musa Ibn Abbas atau lebih dikenal Ibn Mujahid. Beliau menulis buku qira’at dengan fokus pada tujuh imam qira’at atau “Qira’ah Sab’ah”. Adapun nama-nama dari ketujuh imam tersebut telah disebutkan dia atas.

D.    Qira’ah yang Diterima dan Ditolak
Dalam hal ini kesahihan sebuah sanad qiro’ah, Ibnu Jazari mengelompokkan dalam beberapa klasifikasi berikut:[6]
a)      Mutawatir, yaitu qaria’ah yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang dari sejumlah periwayat yang banyak pula sehingga tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta. Menurut Jumhur ulama, qiro’ah sab’ah adalah mutawatir.
b)      Masyhur, yaitu qiro’ah yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW., tetapi hanya diriwayatkan oleh seorang atau beberapa orang yang adil dan tsiqoh., serta sesuai dengan bahasa Arab dan dengan salah satu Mushaf Utsmani, baik berasal dari imam tujuh, imam sepuluh, atau imam yang diakui.
c)      Ahad, yaitu qiro’ah yang sanadnya shahih, tetapi menyalahi Mushaf Utsmani atau kaidah bahasa Arab atau tidak masyhur. Qiro’ah ini tidak boleh dibaca dan tidak wajib diyakini seperti riwayat yang dikeluarkan al-Hakim dan jalur Ashim al-Jadari dari Abu Bakrah bahwa Nabi SAW., pernah membaca laqad  ja’akum min anfusikum dengan fa yang dibaca fathah.
d)     Syadz, yaitu qiroah yang sanadnya cacat dan tidak bersambung sampai Rasulullah SAW.
e)      Maudlu’, yaitu qiro’ah yang dinisbatkan kepada seorang tanpa dasar, seperti qiro’ahriwayat Muhammad Ibnu Ja’far al-Khuza’I (w. 408) konon yang berasal dari Abu Hanifah.
f)       Mudraj, yaitu qiro’ah yang didalamnya terdapat lafad atau kalimat tambahan yang biasanya dijadikan penafsiran bagi ayat Al Quran. Misalnya, qiro’ah Ibnu Abbas : laisa ‘alaikum junahun an tabtaghu fadhlan min rabbikum kemudian ditambahkan kalimat fi mawas mil hajj.

E.     Faedah Perbedaan Qira’ah
Keberadaan qira’ah menjadi kompenen pelengkap dalam kajian Al Qur’an. Beberapa keistimewaaan atau kelebihan dari adanya qira’ah ialah:[7]
1.      Mempermudah suku-suku yang berbeda logat, tekanan suara, dan bahasa dengan bahasa Alqur’an, khususnya kaum Arab yang pada awal Islam diajak berdialog dengan Alqur’an, sementara mereka terdiri dari banyak kabilah dan suku.
2.      Qira’ah tersebut membantu dalam kajian tafsir, menjelaskan apa yang mungkin masih global dalam qira’ah lain, terutama dalam pengistimbatan hokum. Misalkan, qira’ah Ibnu Mas’ud (QS. Al Maidah, 5: 38) yang berbunyi wa as-sariqatu fa iqtha’u aidiyahuma… dalam qira’ah lain dibaca faqtha’u aimanahuma.
3.      Menunjukkan keterjagaan dan keterpeliharaan Alqur’an dari kemungkinan adanya perubahan dan penyimpangan padahal Alqur’an mempunyai banyak segi bacaan.
4.      Membuktikan kemukjizatan Alqur’an, baik dari makna atau lafazhnya. Perbedaan qira’ah itu terjadi terkadang dari segi lafad, tidak dalam makna seperti lafad ash sirath dibaca ash suruth; terkadang dari segi lafd dan makna seperti lafad mliki dan maliki dalam surah al-Fatihah.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Uraian di atas tadi dapat kita tarik kesimpulan bahwa qira’atul qur’an merupakan cabang ilmu Al Qur’an yang membahas tentang tatacara pengucapan kalimat-kalimat Al Qur’an berikut cara pelaksanaannya baik yang disepakati maupun yang terjadi perbedaan dengan menisbatkan setiap wajahnya pada seorang imam qira’at.
Adapun ragam aliran dalam qira’at yang masyhur ialah qira’ah sab’ah, qira’ah ‘asyrah, dan qira’ah arba’a ‘asyrah. Historitas qira’ah itu sendiri sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW.  Namun saat itu belum diadakan kodifikasi. Karena pada saat itu Nabi Muhammad SAW dan orang-orang saat itu al Ummy, yakni tidak bisa baca dan tulis.
Kemudian qira’ah yang bisa diterima dan ditolak terdiri dari mutawatir, masyhur, ahad, syadz, maudlu, dan mudraj. Selanjutnya, dari belajar ilmu qira’ah dapat diambil manfaat sebagai berikut: memudahkan untuk dibaca, membantu dalam kajian tafsir, menunjukkan kemukjizatan Al Qur’an, dan menunjukkan bahwa Al Qur’an terjaga atau terpelihara.

B.     Saran
Agar pembaca dapat mengetahui lebih jelas dan lebih luas tentang pembahasan pada makalah kami, alangkah baiknya jika pembaca mencoba membaca materi-materi terkait pambahasan Qira’atul Qur’an yang lebih banyak khususnya selain dari referensi kami. Misalkan, buku Ulumul Qur’an oleh Abu Anwar, Ulumul Qur’an oleh Naqiyah Mukhtar, Ulumul Qur’an oleh Muhammad Amin Suma, dan sebagainya.

C.    Penutup
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan mengenai materi tentang Qira’atul Qur’an. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi atau rujukan yang kami peroleh. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami juga banyak berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima dan kami mengucapkan terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Mawardi. 2011. Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Izzan Ahmad. 2011. Ulumul Qur’an. Bandung: Tafakur

Posting Komentar

0 Komentar